Pentingkah pecandu narkoba direhabilitasi?
Atau, apakah sebaiknya di penjara saja?
Pertanyaan kedua, saya jawab di akhir artikel ini.
Sumber: Republika |
Penting
atau tidak rehabilitasi tergantung kemauan dari orang-orang yang sayang pada
seseorang yang kena tipu obat-obatan ini. Mereka yang sakit terlihat
sehat-sehat saja jika dilihat sambil lalu. Namun, jika diselami lebih dalam, fisik
mereka sangatlah rapuh. Mata cekung. Badan kurus kering. Perasaan kehilangan
yang menghantui akibat tidak mendapatkan obat dalam seketika. Melakukan kejahatan
seperti mencuri, paling kecil mencuri dari dompet orang tua di rumah, atau
mencuri ayam di kandang orang tua saat tidak ada simpanan membeli obat. Konsentrasi
terhadap segala hal berkurang karena daya pikir melemah. Tenaga terkuras cepat
karena otot-otot telah dikelabui oleh obat, hilang gairah hidup dan gejala-gejala
lain.
Pecandu
narkoba atau pemakai barang “berharga” ini tak lain kelompok yang kehilangan
jati diri, tidak percaya dengan diri sendiri bahkan kurang memahami potensi di
dalam dirinya.
Banyak
alasan
yang membuat seseorang terjerumus sebagai pemakai obat-obatan terlarang ini; broken
home, ajakan lingkungan, kemudahan mendapatkannya, proses coba-coba, depresi
karena satu dan lain hal maupun alasan-alasan tertentu yang hanya diketahui
oleh orang bersangkutan.
Sumber: Berita Satu |
Narkoba
juga dikenal sebagai Napza (narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif), tergolong barang mematikan, disentuh
menghanyutkan, tak disentuh sangat menggoda. Bagi mereka
yang cenderung hilang kendali – karena masalah tertentu di atas – narkoba
adalah obat mujarab untuk kembali “pulih” dari derita. Narkoba mampu melupakan
kesukaran dengan mengubah beban pikiran menjadi sebuah angan-angan. Sayangnya,
halusinasi yang dibawa serta oleh narkoba bukanlah angan-angan atau mimpi yang
penuh pencapaian. Narkoba menarik alam mimpi untuk berbuat sesuatu yang lebih
menarik, merugikan diri sendiri dan lingkungan.
Narkoba
akan membunuh, pelan-pelan saja sampai tubuh kokoh tak mampu menyangga
keutuhan mahakarya ciptaan Tuhan.
Memang,
fenomena narkoba seperti memakan simalakama. Serba salah. Banyak pihak yang
menginginkan narkoba semakin merajalela. Banyak pihak yang mati-matian mengubah
pola pikir ke arah lebih lurus dengan menolak obat terlarang ini. Banyak
lembaga yang memusnahkan barang haram ini. Tak sedikit pula lembaga membela
bandar narkoba karena takut dana asing tak lagi bergulir ke rekening mereka. Kita
tentu tak lupa kasus hukuman
mati yang diprotes besar-besaran oleh mereka yang mengatakan pejuang
kemanusiaan. Namun, semua pembelaan tersebut setali tiga uang dengan kerja
keras pemerintah dalam menumpas peredaran narkoba di Indonesia.
Pemerintah,
melalui Badan Narkotika Nasional (BNN)
melakukan banyak tindakan dalam memulangkan kembali jiwa yang direngut oleh
narkoba. Pekerjaan ini tidak mudah, mengingat kasus narkoba semakin mengambil
jiwa muda. BNN Provinsi Aceh
mempunyai program menarik, Gerakan Rehabilitasi
100.000 Penyalahgunaan Narkoba. Kerjasama ini dilaksanakan bersama TNI,
Polri, pegiat antinarkotika dan mahasiswa.
Lantas,
cukupkah gerakan rehabilitasi ini mencegah penyalahgunaan narkoba di Aceh? Kasus
narkoba, merunut kepada mencegah lebih baik dari
pada mengobati. Siapa saja yang telah terjerumus akan sulit sekali ditarik
ke alam sadar karena narkoba membawa mimpi-mimpi. Mereka yang belum terlibat
sepatutnya menerima sosialisasi kerugian besar dari narkoba.
Rehabilitasi
adalah sebuah terobosan yang penting untuk pecandu narkoba. Mereka yang
terlibat langsung dengan obat-obatan ini setidaknya mendapat pertolongan
pertama, sebelum sembuh total. Rehabilitasi membutuhkan kematangan sebelum
benar-benar diaplikasikan. Bentuk rehabilitasi yang patut dilakukan mencakup pendekatan
orang tua, lingkungan dan agama.
Orang Tua
Baik
buruk seorang anak kembali kepada didikan orang tua. Orang
tua memegang kendali kuat seseorang terjerumus sebagai pecandu narkoba atau
bukan. Pusat rehabilitasi terpenting – sebelum maupun sesudah menjadi pecandu –
adalah keluarga. Keluarga “baik-baik” akan mengarahkan seorang anak untuk
berkelakuan baik pula. Keluarga yang kurang memperhatikan anak, maka narkoba
sangat mudah merasuki jiwa anak tersebut.
Kesan
pertama yang disimpulkan anak dari orang tua adalah kenyamanan. Nyaman di rumah
bisa datang dengan beragam definisi, tetapi rasa aman dan terlindungi membuat
anak jauh dari jangkauan narkoba. Anak tidak terpikir untuk menyentuh
obat-obatan terlarang karena dukungan moril berlebihan dari orang tua.
Jika
anak sudah terlanjur menggunakan obat-obatan terlarang, orang tua juga sebagai
tempat kembali. Orang tua memberikan rehabilitasi tak terkira bagi anak. Dalam lingkungan
keluarga, memori anak kembali disegarkan, dikembalikan kepada rasa nyaman
sehingga pemikiran untuk kembali menggunakan obat-obatan terlarang bisa
dikurangi. Orang tua memang bukanlah paramedis yang mampu menyulap seorang
pencandu langsung pulih. Namun tahap ini adalah terobosan yang kuat untuk
menjawab tantangan rehabilitasi.
Sumber: BNN Pusat |
Pendekatan Lingkungan
Pengaruh
lingkungan tak bisa dielak untuk anak yang pernah berinteraksi dengan pencandu
narkoba. Dari lingkungan pula seorang anak menjadi pencandu narkoba, dan dari
lingkungan pula seorang anak kembali ke wujud aktifnya dalam beragam kegiatan. Rehabilitasi
terpenting dalam lingkungan adalah dengan mendekatkan anak dengan kegemarannya.
Anak yang telah menjadi pecandu narkoba aktif, akan susah sekali kembali ke
peradaban sebenarnya. Anak cenderung minder untuk berbuat sesuai hobi. Dengan menggali
potensi dalam diri anak, efeknya justru berlangsung dalam jangka panjang. Anak
akan tersibuk dengan aktivitas yang sesuai kemampuan mereka.
Tindakan
pendekatan dengan lingkungan adalah untuk menimbulkan kembali rasa percaya diri
anak yang telah direnggut paksa oleh narkoba. Kesibukan yang diakibatkan oleh
lingkungan akan mengarahkan pada pemikiran melupa. Anak akan lupa keinginan
untuk mengomsumsi narkoba.
Aktivitas
anak dalam lingkungan disesuaikan dengan bakat dan minat sehingga anak bisa
mencapai sukses dengan sendirinya. Mendekatkan anak dengan golongan yang sesuai
hobi setidaknya memudahkan pendekatan terhadap lingkungan. Anak-anak yang
memiliki hobi sama akan saling membantu satu sama lain untuk menuju
keberhasilan.
Dalam
pendekatan lingkungan, seorang anak yang telah pulih sebaiknya dihindari
mendekati golongan yang rawan. Lingkungan yang dihiasi oleh pencandu narkoba,
akan memudahkan anak tersebut kembali pada keinginan untuk mencoba mengonsumsi
narkoba.
Sumber: Idola News |
Pendekatan Agama
Belum
terlambat untuk mendekatkan diri dengan agama. Agama adalah satu-satunya tempat
kembali menjadi tenang. Pendekatan agama lebih kuat dari pendekatan mana pun. Agama
tidak hanya mengarahkan untuk berbuat kebaikan semata, namun juga membentengi
untuk melakukan kejahatan.
Pecandu
narkoba membutuhkan pendampingan agama yang lebih dalam. Rehabilitasi tidak
cukup dengan memberi kontak psikologis saja tanpa dibarengi dengan pendalaman
agama. Mengenal diri sendiri memang penting, namun mengenal Tuhan jauh lebih
penting karena Dia yang menciptakan segala. Mereka yang telah menggunakan
narkoba sepanjang waktu tertentu, tak lain mereka yang kurang percaya dengan
hadirnya kekuasaan Ilahi dalam setiap langkah. Narkoba memang
meringankan beban pikiran. Agama justru lebih mujarab; shalat lima waktu,
puasa sunnah, puasa Ramadhan, membaca al-Quran,
maupun kegiatan ibadah lain akan mengurangi resiko penggunaan obat-obatan.
Mereka
yang pernah terlena dengan obat-obatan, cenderung susah mendapatkan suntikan
ilmu agama. Pikiran melayang-layang kerap kali merasuki jiwa mereka. Namun itulah
tantangan yang harus dijawab. Tempat rehabilitasi khusus tidak cukup menguatkan
kesembuhan seseorang tanpa diikuti dengan pendalaman agama. Mau tidak mau
seorang pemuka agama (ustad) wajib hadir di pusat rehabilitasi setiap waktu. Agenda
penting yang mesti dilakukan antara lain shalat berjamaah, tadarrus al-Quran,
shalat sunnah, shalat malam berjamaah, puasa sunnah Senin dan
Kamis, diskusi agama, ceramah singkat setelah shalat dan kegiatan-kegiatan
lain.
Sumber: Antara News |
Imbas
narkoba memang tidak bisa disembuhkan seperti membalik telapak tangan. Usaha yang
dilakukan patut didukung. Para korban yang sempat meradang sakit sangat membutuhkan
dukungan dari berbagai elemen masyarakat. Narkoba mengambil akal sehat
perlahan-lahan dan penyembuhan narkoba juga perlahan-lahan. Inilah proses
kematian yang memilukan dari pada sebuah musibah semisal bencana alam.
Sumber: Berita Intrik |
***
Terlepas dari pendekatan yang dilakukan, pemerintah memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar. Saya menemukan sebuah cuplikan video hasil wawancara dengan bandar narkoba. Wawancara ini dilakukan oleh stasiun televisi nasional, Metro TV, dalam program Metro Malam, dipandu oleh Aviani Malik. Inilah alasan mengapa seorang pecandu narkoba tidak dibenarkan berada dalam penjara. Penjara merupakan salah satu “rumah mewah” penyalahgunaan narkoba. Hasil wawancara ini merupakan bukti kuat bahwa begitulah keadaan sebenarnya.
Sebuah
pekerjaan rumah bagi pemerintah. Di saat BNN mengusahakan rehabilitasi bagi
penyalahgunaan narkoba, para bandar narkoba justru berpesta ria di mana-mana. Hasil
wawancara ini sepatutnya dijadikan pelajaran bahwa Indonesia begitu gawat
narkoba.
Apakah
BNN cukup berhenti diisu rehabilitasi saja?
10 komentar
mau dodol ganja bang? :D
Ada ya?
Cm tahu boh trueng pungo digongseng dan smpt lht anak-anak jalanan ngisap lem di Peunayong dulu.
Narkoba harus menjadi musuh bersama, pendekatan lingkungan harus menjadi solusi efektif
Benar Mas. Lingkungan sngt mempengaruhi seseorang terlibat narkoba.
Tulisannya cerdas mengupas Bai. Good Luck.
Dodol ganja? Baru dengar dan gak bisa membayangkannya gimana, hahaa...
Btw, ini kapan DL-nya bai. mau ikut juga aaaah
Iya Ki. Baru dengar juga.
Kalau gk salah sekitar awal Juni. Ayo kita ramaikan :)
Terima kasih Lina. Semoga bermanfaat dan generasi muda terjauh dari narkoba.
ada dong bang.. kak.. ada..
tuh buktinya di blog yudi nulis tentang itu :D
Ok. Lngsung dicek ke sana :)