![]() |
Pernikahan di Aceh - seputarpernikahan.com |
Pemuda
Aceh, begitu emas naik, boom, meledak hatinya berkeping-keping. Lain
waktu, saat emas turun lagi, hati mereka akan meleleh namun tak juga membeli
satu mayam emas pun. Emas yang menjadi primadona di Aceh bagaikan Medali
Emas yang baru saja dibawa pulang oleh Ganda Campuran Bulutangkis
Indonesia, Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir, dari Olimpiade Rio de
Janeiro, Brasil. Owi dan Butet tersenyum penuh berkah atas kemenangan mereka
kali ini. Bom yang semula meletus bagai petasan di malam tahun baru, menjadi
bom nuklir yang sekonyong-konyong akan meluluh-lantakkan seluruh negeri kita.
Kemeriahan
medali emas dari Owi dan Butet sama halnya dengan suasana hati gadis Aceh
apabila mereka menerima pinangan dengan mahar emas. Gadis Aceh dan orang tua
mereka sangat bangga dengan emas yang diberikan saat proses lamaran dan setelah
itu sampai di hari ijab kabul. Emas itu ya emas. Di mana-mana selalu terdengar anak
emas sehingga mahar pun wajib dengan emas di Aceh ini. Tetapi,
terkadang mahar emas terlalu dibesar-besarkan karena alasan tertentu. Padahal ada
kok gadis Aceh yang masih menerima pinangan dengan emas tak lebih 10
mayam. Dan wajar saja jika dikalkulasikan 1 mayam emas dengan rupiah.
Kini,
bagaimana jika kau kupinang dengan mahar selain emas? Terkadang, aku dianggap
sangat galau karena belum mampu membeli emas untuk meminang. Aku tidak perlu
mengumbar omongan telah ke toko emas. Aku tak perlu pamer telah menyimpan
bermayam emas. Aku hanya diam saat mendengar kawan-kawan lain sedang berburu
emas. Aku cuma ingin lihat reaksi engkau saja jika aku mengeleng belum mampu
memenuhi kriteria mahar yang telah ditentukan.
Kau
mungkin tidak tahu, kami pria yang tangguh dalam mengais emas di ranah Aceh. Kian
kau terbang tinggi, kian kuat kueratkan otot-otot hingga benar-benar sixpack.
Kau katakan pintu rumah berukir merak akan terbuka saat kubawa 20 mayam emas, saat
itu pula aku menyelam ke sungai, mencangkul gunung, dan membelah lautan untuk
dapat membawa bongkahan emas ke hadapan engkau yang menunggu cemas. Kau cuma minta
lamaran dengan 5 mayam emas saja, hatiku kian gelisah karena memikirkan
perkaran lain, apakah akan cukup untuk menghiasi kamar pengantin kita, apakah
bisa ditukar dengan kasur terempuk di dunia, apakah masih tersisa semayam saja
untuk kau pamerkan ke orang-orang…
Tarik
ulur waktu ini karena aku malu mengetuk pintu rumah kau itu. Kupinang kau
dengan emas, artinya harga diri keluarga dan engkau pun akan terangkat
derajatnya. Seluruh kampung akan berlomba-lomba menarik simpati, memuji dan
menghujat.
“Gadis
itu dipinang dengan 10 mayam!”
“Gadis
biasa kok dilamar dengan 20 mayam!”
“Cantik
begitu wajarlah 30 mayam emas!”
“Keluarga
kaya tapi anak gadisnya cuma dipinang 5 mayam emas!”
Dan
seterusnya, sampai kau bosan mendengar ocehan di pinggir kali. Sampai anak
keturunan kita pun ocehan itu akan berlaku. Bagaimana jika aku meminang dengan
mahar selain emas? Potongan ayat al-Quran misalnya. Sesuci apapun al-Quran, tidak
sebanding dengan mahar pernikahan di Aceh ini. Sekokoh apapun iman ulama di
Aceh, bukan ayat al-Quran yang dijadikan patokan mahar putri mereka. Sampai
kapanpun syariat Islam di Aceh, emas tetaplah mahar untuk pemuda melangkah
ke rumah idaman hatinya.
Kupinang
kau dengan uang miliaran rupiah. Mobil mewah. Rumah bertingkat. Sekejap waktu,
menjadi debu, melayang sendu, tak kembali ke angan-angan kau dipuji oleh teman
sejawat dan kerabat. Tentu, semua ini tidak akan ada harganya di hati engkau
terdalam, keluarga engkau, kerabat engkau, dan juga waktu yang tak lagi memihak
kepada engkau kelak.
Kutahu,
tidak mudah meminang gadis Aceh dengan mahar selain emas. Kau yang jauh di
sana, dalam hati yang sedang termenung, dalam diam yang menunggu, hanya emas
yang akan tersarung di jari manis itu.
Gadis
Aceh, Maukah Kau Kupinang dengan Mahar selain Emas? Ini pertanyaanku untuk kau
yang tak perlu dijawab. Cukup kau duduk diam dan aku akan menilai seadanya.
Perkara
jodoh tetaplah rahasia Ilahi. Hanya saja, gelengan kepala yang tak kau
tampakkan di depanku, akan menguatkan langkah kaki ini untuk berkelana ke
negeri terasing, yang jauh, yang kebal terhadap mahar, yang abadi tentang
cinta, yang melankolis soal rasa. Mahar kemudian menjadi penghalang antara kau
dan aku untuk duduk di pelaminan. Kau tak perlu memaksa diri untuk mau, jika
hati itu membeku pada salju yang tak pernah turun di tanah kelahiran kita.
Gadis
Aceh, kau ibarat waktu yang membunuh sabarku untuk menunggu. Kupinang kau
dengan emas di lain waktu, apabila perjalananku menuntut pulang dalam sendu.
Bereh...hana meuh,hana jadeh kawen...lol
ReplyDeleteJelas that ngoen :)
Delete