![]() |
Ilustrasi - kompasiana.com |
Hablumninannas seringkali
kita dengar. Hubungan antarmanusia memang harus diselesaikan dengan manusia. Tuhan
tidak menjamin apapun dari hubungan sesama manusia. Kesalahan dan kebenaran terkecil
telah tercatat di buku malaikat kiri dan kanan, Ratib dan ‘Atib. Kita tidak
bisa menghindari jenis kesalahan dengan pura-pura lupa, anggap sepele dan biar
mengalir seperti air.
Baca Juga
Kalimat
‘dia bisa apa’ bisa berimbas lebih buruk dari yang dibayangkan. Kalimat ini
sangat sensitif dan bermaksud merendahkan manusia dari beragam definisi. Siapapun
dia, mau bentuk fisik seperti apa, mau lemah terkesan di luar, mau garang
seperti ombak, mau kasar seperti angin topan, tak lain manusia yang berguna
dari sisi yang tidak kita ketahui.
Tuhan
tidak menciptakan sesuatu tanpa manfaat. Rumput diciptakan untuk alas kaki di
atas tanah berlumpur. Nyamuk diciptakan untuk menetralisir aliran darah yang tak
bermanfaat. Hinaan terhadap apa yang dianggap rendah telah menyakitinya secara
tidak langsung. Hinaan kepada manusia maka itulah penyakit yang kurang baik. Orang
tersakiti, belum tentu memaafkan. Jika meminta maaf dimaafkan akan lebih baik. Jika
lupa meminta maaf, bertumpuk dengan beda orang, karma akan berlaku.
“Oh,
saya sakit darah manis!”
“Saya
nggak enak pikiran, seakan-akan ada yang bisik di telinga!”
Manusia
tidak pernah sadar dengan apa yang telah dilakukan. Semakin tinggi mendaki,
semakin banyak yang didapat, semakin sering menghina, menyakiti orang lain
bahkan merendahkannya lebih dari binatang.
Hidup
akan sengsara akibat menyakiti orang lain. Selama ini saya pikir kalimat
tersebut biasa-biasa saja. Namun semakin diselami, semakin diresapi, dirasakan,
kalimat tersebut membenarkan tentang karma. Sakit – misalnya – ada sebab-akibat,
terlepas dari kondisi tubuh. Contoh, si ganteng itu memakan harta anak yatim,
tak lama kemudian ia gagal ginjal. Contoh lain, kepala sekolah itu menyulap
dana untuk membeli mobil mewahnya, seminggu kemudian ia harus operasi kanker prostat
yang diketahui secara tiba-tiba.
Teguran
berupa sakit bisa menjadi cambuk untuk mereka yang berpikir. Namun untuk mereka
yang terlena, ia akan semakin menanjak sampai melayang seperti pesawat terbang
pada rutenya. Kehilangan yang dirasa adalah ‘cobaan Tuhan’ dan selalu
menyalahkan Tuhan akibat hilangnya sehat bahkan nyawa orang tercinta.
Pernahkah
kita sekali berpikir, “Ini kesalahan saya!” lalu perbaiki bagian yang timpang
ini.
Tampilan
luar seringkali menipu. Kita terlalu sering berargumentasi bahwa orang yang
hidup mewah; punya mobil, rumah gedung, uang banyak, adalah tipikal orang
bahagia. Tetapi dasarnya, kebahagiaan tersebut bukan karena uang menggunung,
mobil berderet di garasi, rumah bertingkat di mana-mana. Bahagia itu saat kita
merasa cukup, tidak susah melihat orang lain senang.
Bahagia
itu sederhana saja. Bagaimana cara kita mengintepretasikan kebahagiaan di saat
orang lain susah karena satu kalimat ‘dia bisa apa’. Bahagia dan sengsara bermain
atas hukum yang sama. Selaras dan tak berpindah ke jalur lain. Ibarat pesawat
terbang yang apabila pindah ke beda jalur tanpa memberitahu ke petugas bandara
terdekat, maka tabrakan dengan pesawat lain tidak bisa dihindari. Hidup kita
diambang kesengsaraan karena telah menyakiti orang lain.
Karma
itu berlaku. Hanya saja kita lupa. Tidak mau tahu atau memang keras kepala. Secuil
saja menyakiti hati orang lain, bisa berlipat hukuman yang diberikan kepada
kita. Setetes saja airmata jatuh di pipi orang lain, bisa bertetes airmata
jatuh di pipi kita. Tidak sekarang, nanti, kapan-kapan. Tunggu tanggal mainnya.
Di
hari akhir, Tuhan hanya akan menuntut amalan sesuai anjuran agama. Urusan dengan
sesama manusia, maka selesaikan sebelum mati. Kita buat orang lain sengsara,
maka kita akan merasakan kesengsaraan itu juga. Kita buat orang lain bahagia,
maka kebahagiaan akan menyertai kita.
Baca Juga
Percaya
atau tidak, terapkan saja pola pikir demikian. Berkaca kepada tokoh masyarakat,
sering tampil di televisi, diidolakan, jatuh ke lantai berlumpur karena sebuah
kalimat hinaan. Tuhan tak pernah ingkar janji. Tuhan selalu ada cara untuk
membuka jalan. Semakin sering kita menyakiti orang lain, semakin terbuka jalan
menuju kesengsaraan di dalam hidup kita.
Mantap mas tulisannya... saya sendiri berusaha dan berhati2 agar tak memyakiti orang lain ��
ReplyDeleteKarma nggak yang tahu Mas ya :)
DeleteSetuju. Makanya aku pribadi berusaha banget biar gak menyakiti orang lain. Dan kalok pun gak sengaja, ngerasa bersalah banget sampe berhari-hari :(
ReplyDeleteSemoga kita jauh dari hal beginian ya mbak.
Delete